Traveling Seru Ke Pulau Samosir, Danau Toba
Dipalak preman mungkin itu hal yang
biasa. Tapi bagaimana seandainya kamu dipalak seorang Ompung-Opung alias
nenek-nenek yang usianya sudah sangat renta?
Waktu itu saya dan dua
sahabat serta satu supir melakukan trip yang kami beri judul “Tour De Sumatra”.
Perjalanan panjang dimulai dari kota Medan kemudian dilanjutkan ke Berastagi, lalu
ke Kabanjahe, singgah ke Air Terjun Sipiso-Piso, lalu ke Pulau Samosir, DanauToba, Kota Pematang Siantar, Kota Tebing dan Endingnya kembali ke Medan.
Perjalanan yang cukup melelahkan namun unforgettable moment.
Dari perjalanan yang sangat berkesan itu, (karena
saya bisa menjelajahir objek-objek wisata yang cukup amazing dalam kurun waktu
tiga hari). Namun ada satu pengalaman yang tidak kalah berkesan dari semua
pengalaman yang ada ialah ketika kami menginap di Tuk Tuk, Pulau Samosir. Suasanan
Danau yang cukup tenang, jauh dari hiruk pikuk lalu lintas, karena yang
terdengar hanya suara kicauan burung-buurng dan sesekali terdengan suara
lagu-lagu beriramakan alunan lagu Batak. Sesuatu yang sangat langka bisa saya
rasakan ketika saya berada di kota besar Metropolitan, Jakarta.
PATUNG SI GALE-GALE
Tidak mau mentok hanya menatap keindahan Danau,
kami pun melanjutkan hunting ke desa-desa yang ada disekitar Tuk-Tuk. Tujuan
utama kami adalah ke lokasi Patung Orang yang dinamakan Si Gale-Gale. Lokasinya
berdekatan dengan tempat menjual souvenir-souvenir khas daerah setempat.
Kebetulan lagi jaraknya tidak jauh dari hotel. Pagi itu banyak turis-turis
lokal maupun mancanegara menjelajahi desa kecil itu dengan bersepeda.
Sebenarnya kami juga ingin melakukan hal yang sama, namun kedua teman saya
malas bercapek-capek ria. Akhirnya kami pun pergi naik mobil.
Tiba di lokasi kami sempat disamperin seorang pria
berkumis, mengaku sebagai Guide/pemadu turis. Lalu dia menyarankan agar kami
pakai jasa guide menuju lokasi Patung Si Gale-Gale.
“Mau di pandu nggak?
Biayanya murah kok. Cuma 50 ribu saja. Soalnya masih jauh.” ucap pria tersebut
dengan logat batak yang kental.
Saya menolak dengan ramah. Tapi pria tersebut
terus ngotot agar kami mau dipandunya. Sampai akhirnya saya pasang wajah garang
juga (toh, kami sama-sama bedarah Batak heheheh). Lalu, dia pun berhenti
mengikuti kami. Pria tersebut bilang
kalau lokasi Patung si Gale-Gale masih jauh ternyata bohong. Karena tidak
sampai 50 langkah kaki, kami sudah tiba di lokasi tersebut.
Tiba lokasi Patung si Gale-Gale, kami
menyaksikan aktraksi patung yang bisa menari itu dengan memberikan sumbangan
seiklas hati. Cukup menarik juga sebenarnya aktraksi ini, hanya saja, kenapa
dari masa-kemasa tidak ada perubahan ya? Cenderung monoton.(Dulu sewaktu masih
SMA saya pernah study tour kesini dan aktraksinya begitu-begitu saja. Tidak ada
inovasi baru yang membuat pengunjung berdecak kagum.)
SOUVENIR KHAS BATAK
Puas melihat aktraksi singkat tersebut, kami
kembali menjelajahi desa. mulai mencari souvenir, belanja kaos khas daerah
tersebut hingga hiasan-hiasan dinding berua kalender Batak (yang sama sekali
tidakku mengerti cara membaca dan melihatnya. )Souvenir yang dijual beraneka
ragam, ada kain Ulos, kaos bertuliskan Lake Toba, Horas, TukTuk, Danau Toba
semua tergantung di kios-kios kecil. Ada juga souvenir berupa patung-patung
orang berukuran mini sampai alat musik tradisonal Batak.
BACA JUGA: INDAHNYA AIR TERJUN DI SI PISO-PISO
BACA JUGA: INDAHNYA AIR TERJUN DI SI PISO-PISO
Tapi, yang patut diperhatikan disini adalah,
harus pintar-pintar menawar dan jangan kaget kalau anda dibentak sama si
penjual jika tidak jadi membeli. (rata-rata pedagang masih terlalu kasar untuk
melayani pembeli). Seperti pengalaman teman saya yang dibentak sama
Ompung-Ompung,” Kalau kau tidak mau beli, tidak usah kau tanya-tanya, ya. Capek
kali mulutku melayani kau,” ucap perempuan tua dengan logat Batak-nya. Saran saya, pastikan diri anda sebelum
menawar dan membeli jika tidak ingin dimarahin sama Inang-Inang si pemilik kios.
KOPI KHAS BATAK
Karena
ingin menikmati aroma kopi khas Tuk tuk, kami pun sepakat mencari warung kopi
untuk duduk-duduk sambil minum kopi. Kami sengaja mencari warung kopi yang
persis dipinggir Danau. Biar bisa kembali menikmati keindahan Danau Toba. Ketika mobil hendak parkir, seorang
Ompung-Ompung perempuan (usianya sekitar 70 tahun) menghadang mobil kami.
Dengan lagak seorang jagoan dari Samosir, dia berdiri persis di depan mobil
kami. Si Ompung bilang begini dalam bahasa Batak dan logat Batak (setelah
diartikan dalam bahasa Indonesia..)
“Mau ngapain kalian
kesini?”
“Mau parkir Ompung..”
jawab teman saya yang jago bahasa Batak.
“Ini tanah saya. Jangan
seenaknya kalian parkir disini ya..”
“Lha, kami kan mua minum
kopi Ompung. Masak tidak boleh parkir di depan warung?”
“Boleh parkir tapi ada
syaratnya..”
“Apa Ompung?”
“Bayar…!”
“Ooo, tenang Ompung.
Nanti pasti kami bayar parkirnya.”
Setelh parkir, kami masuk ke warung kopi.
Sebenarnya kami kepingin minum kopi sambil makan Ombus-Ombus atau Lapet (kue
khas Batak). Tapi ternyata warung kopi disini benar-benar warung yang hanya
menyediakan minuman kopi saja. Tidak ada makanan sebagai teman minum kopi.
(nggak kretaif banget ya…)
Usai minum kopi, kami hendak melanjutkan
perjalanan lagi. Tapi kami kembali dihadang sama si Ompung yang gagah perkasa
tadi. Saya langsung merogoh kantong untuk mengambil uang kecil. Mengingat kami
minum kopi hanya sekitar 20 menit saja. Saya berinisiatif memberikan si Ompung
uang Rp.5000 saja. (kalau di kota besar kan parkir ‘gelap’ kan cuma Rp.3000)
“Ompung,
ini uang parkirnya ya…” ucap saya dengan senyum mengembang.
Si Ompung menerima uang yang saya lipat-lipat
kecil. Kemudian dibukanya lipatan tersebutlalu dilihatnya uang kelipatan lima
ribuan. Saya pikir dia akan senang tapi malah membuang uang tersebut dan
kembali pasang ‘kuda’kuda’ untuk marah.
“Kau
pikir uang segitu cukup?”
“Ha?
Jadi berapa Ompung? Biasanya kan parkir cuma Rp.3000,-“
“Saya
minta Rp.20.000,”
“HA…???”
(saya dan kedua teman saya sama-sama kaget dan terbelalak.)
Merasa di “palak” teman saya langsung berdebat
dalam bahasa Batak dengan si Ompung, tapi si Ompung tetap pada pendiriannya
memalak kami dengan uang Rp.20.000,-
Karena malas berdebat dengan orang tua (itung-itung
ngasih sedekah), kami pun akhirnya memberikan uang Rp.20.000 ke Ompung gagah
perkasa tadi. Meski sempat gondok melihat ulah premannya. Bahkan sebelum mobil
meninggalkan warung tersebut, si Ompung masih sempat juga meminta dua batang
rokok sama teman saya.
“Minta
dulu rokokmu dua batang,” tangannya langsung menjulur kearah temanku yang
sedang menyetir. Karena didesak, akhirnya dua batang rokok diberikan. Si Ompung
langsung tersenyum.
Hmm, benar-benar preman nih Ompung-Ompung. Padahal
usianya sudah 70 tahun,lho.
Comments
Post a Comment